Bedah Disertasi "Penalaran dalam Debat Politik di TV"

Pada tahun 2009, bangsa Indonesia memulai tradisi baru, yakni debat politik. Tradisi ini berbeda dengan apa yang telah berjalan pada masa sebelumnya dimana perbedaan pendapat, khususnya kecenderungan pilihan politik, kurang leluasa disampaikan. Namun, dalam kancah debat politik yang terjadi pada 2009, banyak terjadi kesalahan-kesalahan berpikir. Demikian yang disampaikan oleh Dr. Mohamad Jazeri, Ketua Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi (TP) Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Tulungagung pada Ceramah Ilmiah dan Kebudayaan, Selasa (16/6/2015) malam. Diskusi yang diselenggarakan oleh Institut Transvaluasi ini membedah disertasi beliau yang berjudul “Penalaran dalam Debat Politik di TV”.

Disertasi yang dipertahankan pada tahun 2010 ini menyajikan temuan bahwa strategi penalaran dalam debat politik secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yakni strategi afirmatif (mengiyakan) dan strategi negatif (menolak). Penalaran dalam debat politik bersifat kompleks yang terjadi karena pengaruh dua kepentingan, yakni kepentingan rasionalitas agar argumen yang dibangun masuk akal dan kepentingan institusi yang diwakili agar tujuan politiknya tercapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penalaran dalam debat politik berada dalam dua kepentingan, yaitu kepentingan mengikuti logika formal agar argumen yang dibangun menjadi rasional dan kepentingan mengikuti tujuan politik agar tujuan-tujuan politik praktis dapat tercapai sehingga kesalahan penalaransering terjadi bahkan digunakan sebagai strategi untuk memenangkan debat.

Selesai penyajian materi, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Sedikitnya ada 3 penanya yang mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan "uneg-uneg"nya. Penanya pertama, Dr. Abad Badruzaman, menjabarkan relasi bahasa dengan kekuasaan lalu melontarkan pertanyaan bagaimana dekonstruksi bahasa itu dapat digunakan. Penanya kedua, Nur Aziz Muslim, M.H.I., menanyakan apakah suatu pernyataan disebut falasi atau hanya karena ketidaktahuan yang disebabkan pengambilan argumen yang tidak berdasarkan ilmu. Penanya terakhir adalah Basri Bin Abdul Basit, mahasiswa dari Patani, yang ingin mengetahui pesan apa yang ingin disampaikan oleh narasumber melaui disertasi yang ditulisnya.

Acara bedah disertasi kalini ini merupakan pertemuan keempat dari seri pertama Ceramah Ilmiah dan Kebudayaan yang diselenggarakan oleh Institut Transvaluasi. Lembaga yang berada di bawah naungan Jurusan Filsafat Agama (FA) Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Tulungagung ini direncanakan akan menggelar seri berikutnya pada semester mendatang.