Lembaga Mahasiswa se-FUAD IAIN Tulungagung Selenggarakan Dialog Akbar tentang Fenomena Hoax

“Hoax terbesar adalah milik penguasa” demikianlah moderator mengutip pernyataandari Rocky Gerung dalam dialog akbar di Gedung Aula Utama IAIN Tulungagung, 23Pebruari 2017. Kegiatan dialog dengan tema Bencana Hoax Sebagai Ancaman Keutuhan Sosial Beragama: Menajamkan Nalar dalam Percepatan Arus Informasi ini diadakan oleh kerjasama seluruh lembaga mahasiswa di Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Tulungagung, diantaranya Dewan Eksekutif Mahasiswa FUAD (DEMA-FUAD), Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir (HMJ-IAT), Himpunan Mahasiswa Jurusan Tasawuf Psikoterapi (HMJ-TP), Himpunan Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam (HMJ-AFI), Himpunan Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam (HMJ-BKI), Himpunan Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab (HMJ-BSA).

Kegiatan dialog ini diadakan sebagai bentuk refleksi mahasiswa atas wacana “Hoax” yang tengah hangat diperbincangkan. Sebagai pemantik perdiskusian, sengaja dihadirkan beberapa dosen FUAD dan perwakilan mahasiswa. Beberapa dosen tersebut yakni, Datu Jatmiko, M.A. (Dosen Sosiologi dan Filsafat Agama),  Muhammad Aziz Hakim, M.H. (Dosen Pendidikan Kewarganegaraan), Ucik Ana Fardila, M.I.Kom. (Dosen Komunikasi Penyiaran Islam) serta perwakilan mahasiswa yakni Presiden DEMA-Institut, Miftahul Huda.

Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan DakwahIAIN Tulungagung, Dr. Abad Badruzaman, Lc., M.Ag., berkesempatan membuka acara. Dalam sambutannya, disampaikan bahwa fenomena hoax ini sudah sedemikian massive, dan persebarannya telah merugikan banyak pihak. Hoax bisa mengakibatkan terjadinya character assasination (pembunuhan karakter) terhadap korbannya. Abad Badruzaman mengingatkan bahwa melawan hoax adalah suatu upaya mengamalkan ajaran al-Qur’an, yakni ber-tabayyun. “Tabayyun merupakan proses klarifikasi sekaligus analisis atas informasi yang diterima,” jelasnya.

Datu Jatmiko sebagai pemantik pertama menyampaikan, jika dilihat dengan kaca mata sosial Hoax ini ibaratnya adalah penyakit menular. Melalui apa penyakit ini bisa menular? Hoax menular melalui Teknologi Informasi. Di zaman yang serba canggih ini setiap individu mampu mengakses seluruh informasi dunia dimanapun dan kapanpun ia inginkan, dan Hoax turut hidup didalamnya.  Kasus Hoax merupakan bentuk Hyper Reality, dimana realitas yang dilebih-lebihkan sengaja dimunculkan sebagai alat kontestasi sosial. Tujuannya sangat jelas, yakni persaingan lapisan-lapisan sosial itu sendiri. “Rangkaian ini memberikan dampak buruk bagi masyarakat yakni adanya polarisasi. Masyarakat akan terkotak-kotak menurut kategorisasi sosial” telaahnya.

Pemantik kedua, Muhammad Aziz Hakim, menyampaikan bahwa Hoax ini muncul karena kecenderungan masyarakat yang hanya ingin membaca kabar yang sesuai dengan keinginan mereka. Kita tentu harus mengingat bagaimana mainstreamitas adalah kondisi psikologismayoritas masyarakat yang ada. Lalu bagaimanakah cara menanggulangi Hoax? Menurutnya, penanggulangan Hoax bisa dilakukan dengan memulainya dari diri sendiri. Mengoreksi terlebih dahulu berita dan informasi yang kita terima, dan tidak menyebarluaskannyabila kita tidak memahami akar permasalahan dari berita tersebut. “Hoax adalah fase yang harus dilalui, kelak akan ada fase jenuh mengenai hal ini” ungkapnya.

Sementara itu, Ucik Ana Fardilla bercerita secara panjang lebar mengenai sejarah kebohongan informasi yang telah terjadi di sepanjang kehidupan manusia. Salah satunya cerita mengenai petunjukkan Teater di salah satu kota Eropatentang ancaman kedatangan alien yang akan memporak-porandakan seluruh isi kota. Kemampuan acting yang bagus daripara aktor berhasil membuat seluruh warga kota tersebut keluar dan berhamburan ketakutan. Menyikapi derasnya arus informasi, dosen ilmu komunikasi ini memberikan beberapa tips: pertimbangkan sumber berita, perhatikan headlineberita, perhatikan penulis berita, dan cek tanggal penulisan dan publikasi berita.

Presiden DEMA IAIN Tulungagung, Miftahul Huda, pada kesempatan ini menyatakan bahwa probelmatika Hoax adalah problem “Nalar”, karena seluruh kabar yang tersebar melalui berita tentu adalah pengalaman nalar oarang yang memberitakan atau penampil peristiwa. Menurut mahasiswa Jurusan PAI ini, salah satu upaya dalam memerangi Hoax adalah dengan memiliki analisis kritis. Berbagai berita yang tersebar haruslah dianalisa terlebih dahulu dengan kaca mata kritis. “Mahasiswa sebagai warga akademik berada pada garda terdepan dalam memerangi Hoax,” tegasnya.

Di penghujung acara, berbagai refleksi dari mahasiswa dan peserta dialog lainnya turut mewarnai jalannya diskusi. Salah satu refleksi yang menarik disampaikan oleh Akhol Firdaus, M.Pd., yang menyampaikan bahwa masyarakat kita pada prinsipnya adalah masyarakat yang suka kebohongan. Pernyataan ini dilandasi kenyataan bahwa saat kita tengah asyik menggaungkan penolakan terhadap kebohongan yang seolah-olah pelakunya jauh dari diri kita, namun pernyataan tersebut balik menyerang dalam diri manusia itu sendiri. Dosen Filsafatyang juga Direktur Institute for Javanesse Islam Researchini mengibaratkan Hoax sebagai fenomena gunung es. Ia menggunung dalam struktur masyarakat yang gemar berbohong, dan tak menutup kemungkinan pada masyarakat akademik.(Kontributor: Seli MA)