Jumat, May 17, 2024

Fiqih Haji itu Kompleks Namun Fleksibel

Surabaya-Pada hari ke-4 Acara Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Profesional Mandiri yang diselenggarakan oleh DPW PFK KBIHU Jawa Timur bekerjasama dengan Kanwil Kemenag Jatim dan UIN Satu Tulungagung, hadir sebagai Narasumber Profesional, yakni Prof. Dr. H. Aswadi, M.Ag Beliau menyampaikan materi yang sangat dibutuhkan bagi setiap calon Pembimbing Haji yaitu :"Fiqih Haji dan Permasalahannya". Para peserta sejumlah 77 orang, menyimak dengan seksama, mereka hadir di Brawijaya Meeting Room Hotel Novotel Surabaya. Prof. Aswadi mengawali pembahasannya dengan mengutip Hadis Nabi Muhammad Saw bahwa Manasik Haji itu pada prinsipnya adalah "Kompleks dan Fleksibel" yang berarti Manasik Haji dilakukan sesuai dengan pemahaman umat Islam berdasarkan konteks dan jamannya. Nabi Bersabda:

 افعل ولا حرج (قال العلماء اي فى كل ما لم يأتِ به نص وما دامت فيه مصلحة لك أو لأسرتك أو أمتك أو دولتك)

Bpk. Edi Susisoli, S. Kom yang menjabat sebagai Staf Kanwil Kemenag Jatim pada Devisi Bina Umroh dan Haji Khusus tampil sebagai moderator, mampu memimpin jalannya acara dengan baik dan lancar. Diklat dapat dipandu dengan diskusi yang cukup nyamleng dan gurih. Walaupun sedikit diwarnai dengan perbedaan pendapat antar madzab dalam Fiqih Haji.

Di antara permasalahan fiqih haji yang dibahas. Pertama, Bolehkah berihram dari dalam pesawat? Jemaah dari Indonesia adalah melalui udara, bukan darat. Dimanakah miqatnya? Lewat sebelah manakah pesawat dari Indonesia? Biasanya pengambilan miqat gelombang II jika dilakukan diatas pesawat berada pada garis sejajar (bukan tepat diatasnya) dengan Qornul Manazil, yaitu 21°37°n, 40°25°e. Menurut ketentuan Pemerintah Arab Saudi yang disahkan oleh ICAO (Internasional Cicil Aviation Organization), badan PBB yang mengatur penerbangan sipil antar bangsa, setiap pesawat udara dari kawasan Asia dan Pasifik harus datang dari arah Timur Laut, melewati kota yang disebut kota Devinah.

Kedua, Bolehkan memakai wewangian saat berihram? Para ulama sepakat bahwa setelah berihram haram memakai wangi-wangian baik di badan atau di pakaian ihram. Menurut madzhab Syafi’i dan Hambali boleh mandi dengan menggunakan sabun mandi. Menurut madzhab Maliki boleh mandi hanya untuk mendinginkan badan bukan untuk membersihkan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi tidak diperbolehkan, dan masih banyak permasalahan lain yang dibahas.

Prof.  Aswadi  menjelaskan bahwa Pembimbing Haji harus berperilaku yang terhormat. Sebab saat ini "Pengawasan Malaikat" pada jaman canggih saat ini, telah menjadi verbal dan sangat konkrit, berupa CCTV,  pengawasan media dan masyarakat secara langsung.  Maka perilaku Pembimning Haji juga terus dipantau oleh publik dan pemerintah. Selanjutnya, Beliau berpesan agar Pembimbing Haji harus menguasai Fiqih Haji seperti Figur Sahabat Nabi yang bernama Ibnu Abbas r.a. Nabi berdoa untuk Ibnu Abbas r.a (اللهم فقهه في الدين و علمه في التأويل) Allaahuma Faqqihhu Fid Din Wa Allimhu Fit Takwil. Maksudnya Pembimbing Haji harus Paham Fiqih Haji dan Permasalahan-permasalahan Jama'ah secara profesional dan kompeten. (OIS-BUDI-WAHAB-ROHMAT)