Tulungagung. Beberapa Abad belakangan ini telah muncul jarak pemisah antara umat Islam dengan Al-Qur’an, antara umat Islam dengan Sunnah, bahkan antara Umat Islam dengan sejarahnya sendiri. Hal ini disebabkan oleh kelalaian para akademisi Muslim dalam mengkaji peradaban Islam. Meraka terjebak pada diskusi tentang ajaran Islam yang bersifat parsial, tidak membaca Islam secara komprehensif, dan tidak memposisikan ajaran Islam sebagai pondasi ilmu pengetahuan. Demikian disampaikan oleh Prof Seyed Mofid Hosseini Kouhsari, Direktur Perwakilan Al Mustafa International University, sebagai Narasumber dalam Seminar Internasional dengan tema “The Future of Islamic Civilization: Between Hopes and Challenges” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIn Tulungagung pada Rabu, 30 November 2016, di Aula Utama IAIN Tulungagung.
Pada kesempatan ini Seyed Mofid berbicara menggunakan Bahasa Persia, dan dibantu menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Dr. Kholid Al Walid, Ketua STFI Sadra. Seyed Mofid mengatakan, bahwa 90% kandungan Al-Qur’an bicara tentang peradaban. Al-Qur’an telah memberikan gambaran menyeluruh tentang bentuk peradaban Islam. Bagaimana mungkin dengan komposisi kandungan Al-Qur’an yang seperti ini, Islam tidak memiliki konsep peradabannya sendiri? Menyikapi keadaan umat Islam saat ini, Seyed Mofid mengajak umat Islam untuk bertumpu pada peradabannya sendiri, bukan pada peradaban Barat maupun Timur. Dengan cara mengelaborasi nilai-nilai Al-Qur’an dengan baik dan menjadikannya rujukan utama pengembangan ilmu pengetahuan.
Rektor IAIN Tulungagung, Dr. Maftukhin, M.Ag., dalam Keynote Speech mengucapkan selamat datang kepada para narasumber di Kampus Dakwah dan Peradaban. Maftukhin menyatakan bahwa tema yang dipilih dalam Seminar Internasional ini dimaksudkan untuk bagaimana menjadikan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah sebagai basis dalam membangun peradaban Islam. Rektor meyampaikan kritik kepada umat Islam yang belakangan ini menjadi sensitif dalam persoalan teologis (hubungan manusia dengan Tuhan), namun kurang sensitif dalam aspek kemanusiaan. Padahal, mengutip Ali Syariati, komposisi kandungan Al-Qur’an itu hanya sedikit sekali yang membahas persoalan teologis. Selebihnya Al-Qur’an memberi perhatian pada hubungan antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam. “Karena itu, IAIN Tulungagung akan menuju ke sana, menuju kampus peradaban, dengan cara menggali lebih dalam nilai-nilai kemanusiaan dalam kandungan Al-Qur’an,” ujarnya.[*]