Tulungagung. Paradigma agama lokal menjadi salah satu alternatif sudut pandang untuk melihat fenomena keagamaan, atau lebih umum lagi budaya dan keyakinan yang hidup di masyarakat. Paradigma ini muncul sebagai kritik atas dominasi agama dunia yang saat ini secara sadar atau tidak telah menjadi satu-satunya cara pandang untuk melihat fenomena keagamaan. Direktur Center for Religious and Cross-culturan Studies (CRCS)/Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya Master Program Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Dr. Samsul Maarif, memberikan ceramah ilmiahnya tentang “Islam Jawa dalam pergumulan Agama-agama Lokal Nusantara” di Acara Institut Transvaluasi, yang diselenggarakan Senin, 21 November 2016, di Aula Utama IAIN Tulungagung.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang Paradigma Agama Lokal, Samsul Maarif menerangkan lebih dulu tiga jenis definisi agama yang sering menjadi perdebatan. Pertama, Govern Religion, istilah ini merujuk pada pengertian agama yang ditujuan untuk ‘mengatur’ , ‘mengelola’, dan ‘membina’ agama. Biasanya, definisi ini ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga formal lainnya untuk menentukan apa yang disebut dengan agama, dan apa yang bukan. Pendefinisian ini dilakukan secara ketat, rigid, dan kaku, sehingga memberikan batas yang jelas terhadap agama dan hal-hal lain di luar itu. Hal-hal yang tidak sesuai dengan pendefinisian ini dinilai bukan bagian dari agama. Pada definisi ini pula lah, paradigma agama dunia digunakan. Misalnya, dengan mendefinisikan agama harus memiliki Tuhan, Kitab Suci, Nabi, Hukum, Komunitas Religius (umat), dan lain-lain.
Read more: Paradigma Agama Lokal, Alternatif Studi Islam Jawa
Ketika banyak dari kita masih saja berantem memperebutkan "kebenaran" seputar Ahok Surahok Markohok Melohok, anak-anak FUAD (Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah) IAIN Tulungagung lebih memilih mengadakan dialog lintas iman dan doa bersama, tadi malam 16 Nopember 2016 di Aula Utama IAIN Tulungagung. Tema yang mereka usung, "Meneguhkan Semangat Nasionalisme dalam Kebersamaan Lintas Iman."
Panitia inti acara ini adalah DEMA FUAD. Forum Perempuan Filsafat (FPF), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi, dan Komunitas Gurdurian menyokong penuh sejak awal hingga kelar. Kecuali delegasi dari Penghayat, wakil dari Konghucu, Hindu, Budha, Katolik, Protestan, Islam dan bahkan Baha'i, semua datang dengan suka-cita terpancar dari wajah mereka.
Dekan FUAD didapuk memberi sambutan, membuka acara, sekaligus wakil dari Islam. Borongan!